Minggu, 23 Juli 2017

Pakan Ternak Transgenik dan Berbagai Kontroversi di Baliknya

Pemenuhan kebutuhan protein hewani di Indonesia hampir sepenuhnya diperoleh dari sektor usaha peternakan. Peternakan unggul melalui sumbangan produk mentahnya seperti daging, susu dan telur serta berbagai produk olahannya seperti yoghurt dan keju. Untuk daging sapi sendiri, diketahui bahwa kebutuhan daging sapi di Indonesia menyentuh angka ratusan ribu ton per tahunnya. Jumlah tersebut bukanlah jumlah yang sedikit. Melihat hal tersebut, maka tentulah jumlah hewan ternak yang tinggi harus sejalan dengan jumlah pakan yang disediakan.


Penyediaan pakan bagi hewan ternak menjadi permasalahan yang cukup serius bagi para peternak. Ketersediaan pakan alami seperti biji-bijian dan rumput sering kali berfluktuasi karena ketersediaannya sangat bergantung pada musim. Daerah yang memiliki musim kemarau panjang memiliki ketersediaan pakan ternak yang sangat terbatas, mengingat pasokan air di daerah tersebut sangatlah minim. Selain itu, pakan alami dengan kualitas yang baik juga memerlukan waktu tanam yang lama, luas lahan tanam yang tidak sedikit, dan perawatan intensif agar tidak mudah terserang hama.

Sabtu, 14 Maret 2015

Enviropig, Babi Ramah Lingkungan Hasil Rekayasa Genetika

Tidak seperti di Indonesia, konsumsi daging babi sudah menjadi hal yang lumrah bagi masyarakat Kanada. Angka produksi daging babi di Kanada terus meningkat jumlahnya dari tahun ke tahun. Umumnya, daging babi yang diproduksi dari peternakan lokal tersebut, akan didisribusikan ke dalam maupun luar negeri sesuai dengan kebutuhan pasar.

Ekspor daging babi dari Kanada pun tidak dapat dipandang sebelah mata lagi. Berdasarkan data yang dihimpun oleh Canadian Meat Council (CMC), pada tahun 2013, Kanada berhasil mengekpor lebih dari 100.000 ton daging babi yang bernilai $3.19juta ke 99 negara di dunia. Angka ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan angka ekspor daging sapi Kanada ke 71 negara yang hanya menyentuh keuntungan $1.3juta. Hal ini menjadikan Kanada sebagai salah satu eksportir daging babi terkemuka di industri global.

Sayangnya, produksi daging babi ini tidak hanya menawarkan keuntungan ekonomi semata bagi para peternak babi di Kanada. Hal ini juga menawarkan dampak negatif yang membahayakan ekosistem. Dampak tersebut dapat terjadi karena kotoran dan air seni babi ternyata mengandung materi-materi yang tidak dapat diurai oleh tanah.

Gambar 1. Kotoran babi yang mencemari sungai dan kolam. (Sumber gambar: http://www.dailymail.co.uk/sciencetech/article-1344172/Frankenswine-Pigs-genetically-modified-smell.html)

Kamis, 26 Desember 2013

Thiobacillus ferrooxidans, Bakteri Pemisah Logam


Siapa yang tidak mengenal logam? Logam merupakan bahan pertama yang dikenal oleh manusia dan digunakan sebagai alat-alat yang berperan penting dalam sejarah peradaban manusia bahkan hingga saat ini. Akan tetapi, hanya sedikit orang yang mengetahui bahwa tidak semua jenis logam aman digunakan begitu saja. Ada jenis logam yang apabila berikatan atau masuk ke dalam tubuh organisme hidup akan menimbulkan efek-efek negatif. Logam ini dikenal dengan sebutan logam berat.

Untuk mengubah logam berat menjadi logam yang aman digunakan, maka perlu dilakukan suatu proses yang ternyata melibatkan peran dari mikroorganisme. Proses ini dinamakan bioleaching. Bioleaching merupakan suatu proses ekstraksi logam yang dilakukan dengan bantuan bakteri yang mampu mengubah senyawa logam yang tidak dapat larut menjadi senyawa logam sulfat yang dapat larut dalam air melalui reaksi biokimia (Waluyo, 2009). Bioleaching logam berat dapat dilakukan dengan cara oksidasi dan reduksi logam oleh mikroba, pengendapan ion-ion logam pada permukaan sel mikroba dengan menggunakan enzim, serta menggunakan biomassa mikroba untuk menyerap ion logam.